Home » » [cfbe] Akses Pendidikan Terkendala Kartu Indonesia Pintar Belum Terbagi Optimal

[cfbe] Akses Pendidikan Terkendala Kartu Indonesia Pintar Belum Terbagi Optimal

Written By Celoteh Remaja on Kamis, 13 Oktober 2016 | 11.00

 

Akses Pendidikan Terkendala

Kartu Indonesia Pintar Belum Terbagi Optimal

Kompas Cetak, 8 Oktober 2016

 

JAKARTA, KOMPAS — Upaya menjaring warga miskin yang tidak bersekolah untuk bersekolah lagi melalui Program Indonesia Pintar terkendala. Dari 4,5 juta warga miskin yang disasar Kartu Indonesia Pintar untuk jalur pendidikan nonformal tahun 2016, baru 17.000 orang yang menerima kartu itu.

 


Direktur Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini dan Pendidikan Masyarakat (PAUD dan Dikmas) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Harris Iskandar mengatakan, kendala utama penyaluran Kartu Indonesia Pintar (KIP) adalah sulitnya menemukan domisili warga sasaran berusia 6-21 tahun tersebut. Mereka umumnya tersebar di daerah terpencil.

"Rata-rata anak-anak itu tidak berada di rumah karena sudah bekerja. Kalaupun sempat ditemui, mereka tidak berminat lagi belajar karena sudah telanjur kenal uang," ujar Harris di Jakarta, Jumat (7/10).

Warga yang dimaksudkan Harris tersebut adalah bagian dari 25 persen warga termiskin di negeri ini yang tidak bersekolah lagi berdasarkan data terpadu Program Penanganan Fakir Miskin 2015 oleh Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan. Mereka diproyeksikan mengikuti jalur pendidikan nonformal, yakni Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) ataupun kursus.

Kepala Seksi Pendidikan Berkelanjutan Direktorat PAUD dan Dikmas Kemdikbud Subi Sudarto mengatakan, meski nama-nama mereka terdaftar di pemerintah, anak-anak putus sekolah itu sukar ditemukan di alamat rumah mereka. Banyak di antara mereka sudah bertebaran bekerja di tempat lain tanpa mengubah alamat domisili.

"Dibutuhkan kerja sama dari aparat pemerintah daerah untuk benar-benarblusukan mencari mereka," ujar Subi.

Kemdikbud menargetkan pada tahun 2019 di setiap desa terdapat layanan PKBM. "Diusulkan menggunakan ruangan kelas di luar waktu sekolah atau balai desa," ujar Subi.

Sebetulnya, menurut Harris, kondisi tahun ini membaik dibandingkan dengan tahun lalu. Berdasarkan data Kemdikbud tahun 2015, hanya 12.290 penduduk usia 6-21 tahun yang terdaftar di PKBM yang terdiri dari Kejar Paket A, B, dan C serta tempat kursus yang menerima KIP.

Kelompok belajar (kejar) paket dirancang menampung maksimal 15 orang per rombongan belajar untuk Paket A, 25 orang untuk Paket B, dan 30 orang untuk Paket C.

Menurut Subi, setiap penyelenggara kejar paket bisa menerapkan kreativitas masing-masing, misalnya mengelompokkan rombongan belajar berdasarkan kesamaan usia peserta didik.

Sementara itu, Ketua Gerakan Indonesia Pintar Yanti Sriyulianti mengkritik aturan kejar paket yang mengharuskan peserta didik mengulang pelajaran sejak awal, misalnya peserta Kejar Paket C harus mengikuti pelajaran yang setara dengan kelas X.

"Padahal, ada anak-anak yang putus sekolah di kelas XII. Tidak mungkin disuruh mengulang dari awal," ujarnya.

Tren putus sekolah

Mandeknya penyebaran KIP bagi warga miskin menambah panjang daftar "masalah klasik" pendidikan di Indonesia. Hal ini berpengaruh pada daya saing Indonesia di tingkat global.

 



Berdasarkan data Kemdikbud, pada 2015/2016, ada 1,01 juta anak putus sekolah di SD dan tidak melanjutkan ke SMP (Kompas, 7/10).

Budi Trikorayanto dari Asosiasi Sekolah Rumah dan Pendidikan Alternatif (Asahpena) mengatakan, ada banyak penyebab anak usia sekolah putus sekolah, selain faktor ekonomi. Ia mengingatkan, tidak semua anak cocok dengan layanan pendidikan yang seragam, seperti terjadi di sekolah-sekolah formal. Belum lagi soal kekerasan yang terjadi di sekolah.

"Dulu sepertinya tidak ada pilihan selain sekolah. Namun, sebenarnya dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional, layanan pendidikan bisa fleksibel. Namun, sayangnya anak-anak yang tidak cocok dengan pendidikan formal diabaikan tidak diakomodasi," katanya.

Butuh terobosan

Budi mengatakan, pemerintah harus berani membuat terobosan, tidak sekadar melakukan pekerjaan. Pendidikan nonformal dan informal, seperti sekolah rumah dan pendidikan alternatif lain, perlu dikembangkan untuk menampung siswa yang tidak cocok atau tidak bisa bersekolah formal sehingga mereka tetap bisa belajar yang hasilnya diakui setara pendidikan formal.

"Seperti sekolah rumah, bisa dikembangkan di daerah yang tertinggal. Berdayakan orangtua dan lingkungan untuk mendidik anak secara lebih kontekstual dan memanfaatkan teknologi. Pendidikan yang kontekstual menghindarkan anak dari kebosanan diceramahi setiap hari. Mereka bosan karena belajar hal- hal yang tidak membumi atau tidak relevan dengan kehidupannya sehari-hari," kata Budi.

Kepala Subdirektorat Kelembagaan dan Sarana Prasarana Direktorat Pembinaan SMP Kemdikbud Susetyo W mengatakan, di daerah yang sulit, pemerintah mengembangkan pendidikan SD-SMP satu atap. Siswa juga dibekali keterampilan sehingga dapat digunakan untuk mandiri saat tidak melanjutkan ke SMA/ SMK. Kebijakan ini memudahkan siswa SD untuk melanjutkan ke SMP sehingga tuntas pendidikan dasar sembilan tahun. Saat ini, ada 4.007 sekolah satu atap dengan siswa sekitar 340.000 orang.

Sebaran putus sekolah

Berdasarkan Ikhtisar Data Pendidikan Tahun 2015/2016, tingkat putus sekolah di SD dan SMP terbanyak terjadi di Jawa Barat dan Jawa Timur untuk Pulau Jawa. Di luar Pulau Jawa, tingkat putus sekolah yang termasuk tinggi terjadi di Sumatera Utara, Sulawesi Selatan, Papua, dan Papua Barat.

Jumlah siswa putus sekolah di SD tahun 2015 tercatat 68.066 siswa (0,26 persen). Jumlah siswa SD terbanyak yang putus sekolah adalah di Jawa Barat (8.080 siswa), Jawa Timur (3.240 siswa), Sumatera Utara (7.621 siswa), dan Sulawesi Selatan (4.252 siswa).

Di SMP, ada 51.541 siswa putus sekolah. Terbanyak antara lain di Jawa Barat (10.139 siswa), Jawa Timur (4.783 siswa), Sumatera Utara (4.119 siswa), dan Sulawesi Selatan (2.890 siswa).

Sebelumnya, Direktur Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Kemdikbud Hamid Muhammad mengatakan, pemerintah daerah harus berupaya keras untuk membantu pembiayaan pendidikan. Pemerintah telah mengucurkan dana bantuan operasional sekolah dan mengalokasikan bantuan pendidikan lainnya lewat Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.

(ELN/DNE)

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 8 Oktober 2016, di halaman 1 dengan judul "Akses Pendidikan Terkendala".

 

__._,_.___

Posted by: Dhitta Puti Sarasvati <dputi131@gmail.com>
Reply via web post Reply to sender Reply to group Start a New Topic Messages in this topic (1)

Have you tried the highest rated email app?
With 4.5 stars in iTunes, the Yahoo Mail app is the highest rated email app on the market. What are you waiting for? Now you can access all your inboxes (Gmail, Outlook, AOL and more) in one place. Never delete an email again with 1000GB of free cloud storage.

---------- http://groups.yahoo.com/group/cfbe ----------
Arsip Milis: http://groups.yahoo.com/group/cfbe/messages
Website: http://www.cbe.or.id

Hanya menerima daily digest: cfbe-digest@yahoogroups.com
Tidak menerima email: cfbe-nomail@yahoogroups.com
Kembali ke normal: cfbe-normal@yahoogroups.com
Berhenti berlangganan: cfbe-unsubscribe@yahoogroups.com
----------------- cfbe@yahoogroups.com -----------------

.

__,_._,___
Share this article :

0 komentar:

Posting Komentar

 
Support : Your Link | Your Link | Your Link
Copyright © 2013. Kumpulan Milis Indonesia - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger