Mbak Alita dan teman-teman…
Penanggulangan HIV sekarang ini menurutku sangat mengkuwatirkan. Mungkin beberapa kawan tidak setuju dan menganggapnya tidak. Didalam mengukur keberasilan seharusnya memiliki ukuran yang jelas datanya, siatuasionalnya dan bacaanya harus benar-benar objektif. Pada tataran ini masyarakat (CSO dn CO) harus berpartisipasi secara kritis, objektif dan bisa memainkan peran kontrolnya terhadap perkembangan, kemajuan program penanggulangan HIV. Saya harus katakana secara jujur, bisa disanggah, dicemooh atau di remehkan, bahwa kenyataan yang ada justru sebagian CSO dan CO menjadi "tersandra" mengikuti alur laporan yang dikehendaki oleh KPAN dan Funding. Posisi kritisnya berubah menjadi cap legitimasi karena ditempatkan pada ketergantungan, mengerjakan proyek meskipun tidak masuk akal dan menyalahi program penguatan.
Jadi laporan-laporan keberhasilan ini adalah laporan subjektif oriented proyek yang jauh dari fakta yang ada. Bagaimana kita bisa bilang berhasil, kalau jumlah ibu yang terkena meningkat, beberapa lokalisasi ditutup menyebabkan mereka masuk ke wilayah public yang sulit untuk di control serta di lakukan pendekatan pencegahan kesehatan. Sementara SCO dan KPAN sibuk untuk mengikuti arahan dan terjebak oleh administrasi funding dengan ukuran yang sangat-sangat kuanitatif.
Saya teringat kata kepala desa di Tulung Agung : "sebaik-baiknya rumah, berlantai perak sekalipun, namun bila tidak ada WC-nya maka dipastikan akan jorok". Penutupan lokalisasi yang marak dan terasa dibiarkan begitu saja tidak sekedar jorok tetapi membwa penyakit yang lebih bahaya dan bisa mematikan, yaitu, banyaknya ibu-ibu yang terkena dan masuknya anak-anak muda ke wilayah pelacuran umum. Ini adalah situasional kongkrit yang mungkin luput dari laporan karena bagi funding bukan itu jawabannya. Apakah program –program yang ditawarkan sudah menciptakan pasar dan budaya liberal atu tidak ? Karenanya patner kritis perlu dan sangat dibutuhkan agar kita tidak terlalu disetir begitu saja.
Mei sebagai bulan renungan, seharusnya di gunakan teman-teman untuk "konsolidasi kritis" bukan "konsolidasi kue ".
Salam tetap rock
On Friday, 23 May 2014, 9:16, "Alita Damar apelint_77@yahoo.com [aids-ina]" <aids-ina@yahoogroups.com> wrote:
Selamat pagi teman2,
Sebenarnya yg semu adalah "sukses" upaya penanggulangan HIV/AIDS kita, yg tidak pernah dinilai scr obyektif. Sukses sll didefinisikan sesuai pencapaian target2 tertentu, misalnya sekian persen WPS/HRM terjangkau, atau sekian persen ODHA mulai ART, dgn mengacu pada angka2 "abstrak" sbg denominator (estimasi populasi keseluruhan WPS/HRM atau ODHA). Banyak yg mengatakan bhw sukses dlm upaya penanggulangan tidak bisa dinilai scr obyektif. Padahal bisa, hanya saja tidak ada yg mau menilainya begitu (scr obyektif).
Maksud saya: Katakan target2 yg mendefinisikan sukses sdh tercapai, e.g. sekian persen WPS/HRM sudah terjangkau atau sekian persen ODHA sudah mulai ART maka, sesuai definisi, program dianggap "sukses". Tapi kalo laju epidemi nasional terus naik stlh sekian lama berbagai intervensi itu dilakukan pada target population, apa iya bisa dikatakan bhw upaya penanggulangan kita sukses? Artinya, sukses yg didefinisikan sesuai target2 itu semu, bukan? Artinya juga, sukses dlm hal penanggulangan epidemi HIV/AIDS sebenarnya BISA dinilai scr obyektif. Masalahnya, para aktor internasional tidak mau menilai sukses berdasarkan naik atau turunnya laju epidemi nasional. Dan kita ya manut saja, krn hanya dgn mendefinisikan sukses berdasarkan pencapaian target2 itu maka kita bisa mengklaim bhw upaya penanggulangan kita "sukses".
Beda halnya dlm konteks epidemi yg sudah generalized, dmn mmg lebih mudah mengklaim bhw intervensi2 tertentu sukses berdasarkan evidence berupa penurunan laju epidemi. Hal ini disebabkan krn sulit menilai apakah evidence tsb sudah memperhitungkan evolusi natural epidemi (yg sll turun ketika sdh mencapai puncak) sbg confounding factor.
Jika kita mau komit pada arti sukses penanggulangan yg sebenarnya, harusnya kita berani menilai sukses atau tidaknya upaya kita scr obyektif, yakni apakah kita mampu membalikkan (reverse) laju epidemi nasional kita sblm mencapai tahap generalized. Jangan lupa, kita hanya satu dari 3 negara di Asia Pasifik yg mengalami kenaikan laju epidemi scr signifikan ("Emerging" epidemic menurut istilah UNAIDS). Harusnya kita berani menjangkau masyarakat umum dari sekarang, krn ujung2nya akan lbh murah drpd terus2an fokus hanya pada populasi beresiko.
Salam,
Alita
Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the XL network.
From: 'Edhie S Rahmat' edhiesr@yahoo.com [aids-ina] <aids-ina@yahoogroups.com> Sent: Thursday, 22 May 2014 16:49 To: aids-ina@yahoogroups.com Reply To: aids-ina@yahoogroups.com Subject: Re: [aids-ina] Epidemi HIV/AIDS menjadi gelap gulita |
Prof Wirawan and temans
Kami pernah ikut studi kecil2an ttg prevalensi PMS di klinik2 setelah pembubaran lokalisasi di kota Bandung. *da kenaikan sangat bermakna prevalensi PMS dalam 3-6 bulan paska pembubaran.
GBU
Kami pernah ikut studi kecil2an ttg prevalensi PMS di klinik2 setelah pembubaran lokalisasi di kota Bandung. *da kenaikan sangat bermakna prevalensi PMS dalam 3-6 bulan paska pembubaran.
GBU
Only by HIS grace, God saves me to save others
From: "'D.N. Wirawan' ykpdps@dps.centrin.net.id [aids-ina]" <aids-ina@yahoogroups.com>
Sender: aids-ina@yahoogroups.com
Date: Thu, 22 May 2014 13:12:43 +0800
To: Nadia<nadiawiweko@gmail.com>
ReplyTo: aids-ina@yahoogroups.com
Cc: Aditya Wardhana<gawardhana@gmail.com>; Cho, Kah Sin<ChoKS@unaids.org>; Widen, Elis<widene@unaids.org>; Aldo Opsi<aldo.opsi@gmail.com>; Adi Sasongko<adi.sasongko@gmail.com>; Kemal Siregar<kemal.siregar@aidsindonesia.or.id>; Sophiati Sutjahjani<sophiati.sutjahjani@gmail.com>; Surya Anaya<iamdogi@gmail.com>; Fonny s<fonny@aidsindonesia.or.id>; Tuti Merati<tutiparwati@yahoo.com>; kesmas-unud@yahoogroups.com<kesmas-unud@yahoogroups.com>; Abby HCPI<aruddick@hcpi.or.id>; sukanataiketut@yahoo.co.id<sukanataiketut@yahoo.co.id>; Tri Indarti<indarti66@gmail.com>; ekaputraibg@yahoo.com<ekaputraibg@yahoo.com>; Direktur P2ML Slamet Basir<slamet_basir@yahoo.com>; Yuni Ambara<yuniambara@kpapbali.org>; dr Agus<gdeagussuryadinata@gmail.com>; kerti_praja@yahoogroups.com<kerti_praja@yahoogroups.com>; Made Suprapta<deprap@kpapbali.org>; Ibu Menkes<menkes@cbn.net.id>; doctjand@indosat.blackberry.com<doctjand@indosat.blackberry.com>; panli_kemenkesri2013@yahoo.com<panli_kemenkesri2013@yahoo.com>; Agus Purwadianto<aguspurwadianto@yahoo.com>; aids-ina@yahoogroups.com<aids-ina@yahoogroups.com>
Subject: [aids-ina] Epidemi HIV/AIDS menjadi gelap gulita
Dear Ibu Nadia,
Betul Bu.
Kalau "dampak pada kegiatan/program penanggulangan" saya rasa juga bukan
research question, karena sudah jelas jawabannya, bahwa
kegiatan-kegiatan pasti kolaps. Outreach kolaps, screening IMS kolaps,
VCT kolaps, CST kolaps, apalagi SUFA.
Kalaupun hal tersebut ingin diketahui, hanya tinggal minta laporan saja
pada pihak-pihak yang selama ini menjangkau WPS (tanpa penelitian).
Salam,
Wirawan
Nadia wrote:
>
> yth prof,
> ya mgkn untuk kebutuhan advokasi dan evidens base kita perlu data pergerakan wps ini kemana, ntni data epidemiologi bs gunakan sementara data yg sdh ada ya
>
> Sent from my iPad
>
> > On 22 Mei 2014, at 11.44, "D.N. Wirawan" <ykpdps@dps.centrin.net.id> wrote:
> >
> > Dear Edo, Aldo, Ibu Nadia dan teman-teman di UNAIDS,
> >
> > Kalau saya boleh usul, mungkin yang feasible, interesting, relevant
> > adalah hanya jawaban terhadap pertanyaan: "Apakah WPS tersebut memang
> > berhenti atau tetap sebagai WPS tetapi hanya pindah saja"
> >
> > Kalau meneliti dampak, saya rasa tidak feasible dalam waktu pendek.
> > Misalnya, saya rasa tidaklah dalam waktu pendek maka infeksi HIV pada
> > ibu rumahtangga langsung melonjak.
> >
> > Mengetahui prevalensi HIV pada WPS juga akan tidak feasible karena sudah
> > "gelap gulita" ... kan mereka sudah cerai-berai. Dimana mau diambil
> > darahnya untuk test HIV?
> >
> > Pola penularan heteroseksual juga bukan lagi menjadi research question
> > karena telah amat jelas, yaitu: "WPS sebagai epicentrum, lalu ke
> > laki-laki pelanggan, lalu ke ibu rumahtangga, lalu ke bayi-bayi yang
> > dikandung".
> >
> > Untuk menjawab pertanyaan diatas mungkin bisa dilakukan mapping dengan
> > contact tracing. Ini lebih cepat dibanding dengan cara snawballing
> > karena kini sudah era mobile phone. Beda dengan tahun 1990 dulu.
> >
> > Nanti kan bisa melakukan contact tracing secara sampling dari nomer HP
> > yang telah dicatat.
> >
> > Bagus sekali, saat ini sebelum mereka cerai-berai dicatat dulu nomer
> > HP-nya atau alamat/kontak orang terdekat mereka sebab amat sering WPS
> > ganti nomer HP. Biasanya mereka selalu update nomer HP pada orang
> > terdekatnya (adik, kakak, ibu, anak, dll).
> >
> > Nama dan alamat orang terdekat mereka juga harus segera dicatat sebelum
> > mereka cerai-berai.
> >
> > Kami di Bali mempunyai data base nomer HP semua WPS yang pernah datang
> > ke klinik kami atau yang pernah dijangkau oleh petugas lapangan. Dalam 6
> > bulan, sekitar 40% nomer HP-nya berubah dan tidak lagi bisa dikontak.
> >
> > Sebenarnya amat mudah melakukan penelitian ini asalkan punya nomer
> > kontaknya dan dilakukan contact tracing sekitar 1-2 bulan setelah
> > cerai-berai.
> >
> > Salam,
> > Wirawan
> >
> >
> > Aditya Wardhana gawardhana@gmail.com [aids-ina] wrote:
> >>
> >> Dear Ibu Nadia dan Prof Wirawan,
> >>
> >> Kemarin saya mendengar dari Aldo jika OPSI akan mengadakan studi
> >> dampak pembubaran lokalisasi Dolly ini terhadap program dibantu oleh
> >> UNAIDS.
> >> Mungkin masukan Prof Wirawan nanti bisa kita sampaikan ke OPSI dan
> >> UNAIDS karena siapa tahu bisa diakomodir dalam study mereka.
> >>
> >> Salam,
> >> Edo
> >>
> >> From: aids-ina <aids-ina@yahoogroups.com>
> >> Reply-To: aids-ina <aids-ina@yahoogroups.com>
> >> Date: Thu, 22 May 2014 10:26:39 +0800
> >> To: Nadia Wiweko <nadiawiweko@gmail.com>
> >> Cc: Adi Sasongko <adi.sasongko@gmail.com>, aids-ina
> >> <aids-ina@yahoogroups.com>, Kemal Siregar
> >> <kemal.siregar@aidsindonesia.or.id>, Sophiati Sutjahjani
> >> <sophiati.sutjahjani@gmail.com>, Surya Anaya <iamdogi@gmail.com>,
> >> Fonny s <fonny@aidsindonesia.or.id>, Tuti Merati
> >> <tutiparwati@yahoo.com>, <kesmas-unud@yahoogroups.com>, Abby Ruddick
> >> <aruddick@hcpi.or.id>, <sukanataiketut@yahoo.co.id>, Tri Indarti
> >> <indarti66@gmail.com>, <ekaputraibg@yahoo.com>, Slamet Basir
> >> <slamet_basir@yahoo.com>, Yuni Ambara <yuniambara@kpapbali.org>, dr
> >> Agus <gdeagussuryadinata@gmail.com>, <kerti_praja@yahoogroups.com>,
> >> Made Suprapta <deprap@kpapbali.org>, Menkes RI <menkes@cbn.net.id>,
> >> <doctjand@indosat.blackberry.com>, <panli_kemenkesri2013@yahoo.com>,
> >> Agus Purwadianto <aguspurwadianto@yahoo.com>
> >> Subject: [aids-ina] Epidemi HIV/AIDS menjadi gelap gulita
> >>
> >>
> >>
> >> Yth: Dr. Nadia,
> >>
> >> Bu, selain di Surabaya, di Jakarta bisa dilakukan mapping sekarang.
> >> Mungkin Yayasan Kusuma Buana (Pak Adi Sasongko) atau teman lain di
> >> Jakarta tertarik melakukan mapping. Kemana saja pindah yang ex Keramat
> >> Tunggak. Cuma pembubarannya sudah agak lama sehingga lebih sukar.
> >>
> >> Saya sudah melakukan mapping di Bali. Saya menjumpai amat banyak yang
> >> pindah ke Bali tetapi di warung, salon, cafe dan karaoke.
> >>
> >> Saya baru saja selesai melakukan mapping di Denpasar dan Badung dan
> >> kami
> >> menemukan lebih dari 200 salon/cafe/warung/karaoke/panti pijat di
> >> Denpasar dan Badung. Ini baru Denpasar dan Badung. Mereka sampai ke
> >> desa-desa. Satu cafe bisa ada 200 "waitress"
> >>
> >> Ini ibaratnya "melempar kulit pisang ke rumah tetangga" ....
> >>
> >> Surabaya, Banyuwangi, dll, kelihatan "bersih", tetapi pindah "ke bawah
> >> jalan" di Bali.
> >>
> >> Beban yang amat berat bagi kami di Bali.
> >>
> >> Tampaknya kita memang memerlukan "John Spartan" Bu Nadia.
> >>
> >> Salam,
> >> Wirawan
> >>
> >> nadiawiweko@gmail.com wrote:
> >>>
> >>> Yth prof Wirawan,
> >>> Mgkn kalau dilakukan mapping kemana wps tsbt berpindah misalnya yg
> >> surabaya mgkn akan menjadi alat advokasi yg sangat baik, kalau boleh
> >> ada yg menyiapkan proposal terkait study ini akan sangat baik skl, nti
> >> kita cb mencari sumber pendanaannya ya prof
> >>> Tksatas sarannya prof
> >>> Nadia
> >>> Powered by Telkomsel BlackBerry®
> >>>
> >>> -----Original Message-----
> >>> From: "D.N. Wirawan" <ykpdps@dps.centrin.net.id>
> >>> Date: Thu, 22 May 2014 09:09:59
> >>>
> >>> Subject: Epidemi HIV/AIDS menjadi gelap gulita
> >>>
> >>> Dear teman-teman,
> >>>
> >>> Ini bisa diamati dengan amat mudah. Cara pertama, adalah mengamati
> >>> perpindahan WPS yang tadinya di Dolly atau di Jarak. Ini dengan
> >> mudah
> >>> bisa dilakukan oleh LSM yang sekarang melakukan kegiatan outreach di
> >>> sana.
> >>>
> >>> Biasanya, petugas outreach mempunyai nomer HP para WPS yang
> >> didampingi.
> >>>
> >>> Dengan mudah kirim SMS kepada mereka, kemana saja mereka pindah.
> >>>
> >>> Cara diatas adalah untuk membuktikan apakah mereka berhenti sebagai
> >> WPS
> >>> atau hanya pindah ke rumah-rumah kos, warung-warung, cafe-cafe,
> >> panti
> >>> pijat, jalan-jalan, dll, dll.
> >>>
> >>> Bila ternyata mereka pindah menyebar ke rumah-rumah kos atau ke
> >> jalanan,
> >>> maka kontak face to face dengan mereka sudah tidak memungkinkan
> >> lagi.
> >>>
> >>> Akibatnya: tidak mungkin lagi untuk melakukan VCT pada mereka. Tidak
> >>> mungkin lagi untuk memberikan pelatihan negosiasi kondom pada
> >> mereka.
> >>> Tidak mungkin lagi melakukan pertemuan KDS pada mereka. Tidak
> >> mungkin
> >>> lagi memberikan pelatihan positive prevention pada mereka. Tidak
> >> mungkin
> >>> lagi memberikan ARV dini kepada mereka. Tidak mungkin lagi melakukan
> >>> surveilans IMS dan HIV kepada mereka.
> >>>
> >>> Epidemi HIV/AIDS menjadi gelap gulita, padahal mayoritas penularan
> >> saat
> >>> ini adalah melalui heteroseksual dengan epicentrum pada WPS.
> >>>
> >>> Dampaknya pada peningkatan kasus HIV/AIDS pada ibu rumahtangga juga
> >>> dengan mudah bisa dilihat melalui program PPIA (test HIV pada ibu
> >> hamil)
> >>> dan pada peningkatan kasus-kasus HIV/AIDS di rumah-rumah sakit.
> >>>
> >>> Memang nyaman bila kelihatan "bersih secara fisik", taman-taman yang
> >>> indah, jalan yang rapi, tetapi bencana HIV/AIDS berada di depan mata
> >>> kita.
> >>>
> >>> Melihat fenomena ini, saya teringat dengan film Â"Demolition ManÂ"
> >> dengan
> >>> pemain Sylvester Stallone sebagai John Spartan dengan Sandra
> >> Bullock,
> >>> .... seperti sorga diatas, dan penuh dengan gembel dan tikus di
> >>> lorong-lorong bawah jalan.
> >>>
> >>> Sebenarnya Pemerintah Pusat bisa melakukan pembuktian (mencari
> >> evidence)
> >>> di kota-kota lain (selain Surabaya), dengan research question:
> >> "Apakah
> >>> WPS yang yang telah digusur memang berhenti menjadi WPS atau pindah
> >>> tempat saja". Ini bisa diteliti di Jakarta (atau kota-kota lain)
> >> setelah
> >>> Keramat Tunggak dibubarkan.
> >>>
> >>> Cuma, kemungkinan Kemenkes dan KPAN kalah oleh lembaga lain terutama
> >>> dengan Kementerian Sosial dan Kementrian lainnya. Namun, pembuktian
> >> di
> >>> Jakarta bisa dilakukan oleh peneliti di lembaga penelitian atau
> >>> perguruan tinggi.
> >>>
> >>> Atau kita mungkin menunggu Presiden yang baru, entah bagaimana
> >> pandangan
> >>> beliau nantinya, apakah berpadangan "bersih yang semu" atau malah
> >> tidak
> >>> mempunyai padangan apapun terhadap masalah HIV/AIDS, atau akan
> >> menjadi
> >>> John Spartan ................
> >>>
> >>> Salam,
> >>> Wirawan
> >>> Yayasan Kerti Praja
> >>> Denpasar, Bali
> >>>
> >>>
> >>>> Dear rekan,
> >>>> Adakah yg mengamati / meneliti kasus-kasus penutupan
> >> lokasi/lokalisasi
> >>>> dimasing-masing wilayah memiliki dampak peningkatan prevalensi
> >> pada
> >>>> ibu rumah tangga?
> >>>> Atau peningkatan kasus baru/prevalensi pada pekerja seks diwilayah
> >>>> sekitar lokasi penutupan? Mungkin itu bisa kita jadikan bahan
> >> advokasi
> >>>> bersama.
> >>>>
> >>>> Salam
> >>>>
> >>>> Yusuf Kusumo N
> >>>> +62 81642 73868
> >>>> +62 81804223349
> >>
> >
Betul Bu.
Kalau "dampak pada kegiatan/program penanggulangan" saya rasa juga bukan
research question, karena sudah jelas jawabannya, bahwa
kegiatan-kegiatan pasti kolaps. Outreach kolaps, screening IMS kolaps,
VCT kolaps, CST kolaps, apalagi SUFA.
Kalaupun hal tersebut ingin diketahui, hanya tinggal minta laporan saja
pada pihak-pihak yang selama ini menjangkau WPS (tanpa penelitian).
Salam,
Wirawan
Nadia wrote:
>
> yth prof,
> ya mgkn untuk kebutuhan advokasi dan evidens base kita perlu data pergerakan wps ini kemana, ntni data epidemiologi bs gunakan sementara data yg sdh ada ya
>
> Sent from my iPad
>
> > On 22 Mei 2014, at 11.44, "D.N. Wirawan" <ykpdps@dps.centrin.net.id> wrote:
> >
> > Dear Edo, Aldo, Ibu Nadia dan teman-teman di UNAIDS,
> >
> > Kalau saya boleh usul, mungkin yang feasible, interesting, relevant
> > adalah hanya jawaban terhadap pertanyaan: "Apakah WPS tersebut memang
> > berhenti atau tetap sebagai WPS tetapi hanya pindah saja"
> >
> > Kalau meneliti dampak, saya rasa tidak feasible dalam waktu pendek.
> > Misalnya, saya rasa tidaklah dalam waktu pendek maka infeksi HIV pada
> > ibu rumahtangga langsung melonjak.
> >
> > Mengetahui prevalensi HIV pada WPS juga akan tidak feasible karena sudah
> > "gelap gulita" ... kan mereka sudah cerai-berai. Dimana mau diambil
> > darahnya untuk test HIV?
> >
> > Pola penularan heteroseksual juga bukan lagi menjadi research question
> > karena telah amat jelas, yaitu: "WPS sebagai epicentrum, lalu ke
> > laki-laki pelanggan, lalu ke ibu rumahtangga, lalu ke bayi-bayi yang
> > dikandung".
> >
> > Untuk menjawab pertanyaan diatas mungkin bisa dilakukan mapping dengan
> > contact tracing. Ini lebih cepat dibanding dengan cara snawballing
> > karena kini sudah era mobile phone. Beda dengan tahun 1990 dulu.
> >
> > Nanti kan bisa melakukan contact tracing secara sampling dari nomer HP
> > yang telah dicatat.
> >
> > Bagus sekali, saat ini sebelum mereka cerai-berai dicatat dulu nomer
> > HP-nya atau alamat/kontak orang terdekat mereka sebab amat sering WPS
> > ganti nomer HP. Biasanya mereka selalu update nomer HP pada orang
> > terdekatnya (adik, kakak, ibu, anak, dll).
> >
> > Nama dan alamat orang terdekat mereka juga harus segera dicatat sebelum
> > mereka cerai-berai.
> >
> > Kami di Bali mempunyai data base nomer HP semua WPS yang pernah datang
> > ke klinik kami atau yang pernah dijangkau oleh petugas lapangan. Dalam 6
> > bulan, sekitar 40% nomer HP-nya berubah dan tidak lagi bisa dikontak.
> >
> > Sebenarnya amat mudah melakukan penelitian ini asalkan punya nomer
> > kontaknya dan dilakukan contact tracing sekitar 1-2 bulan setelah
> > cerai-berai.
> >
> > Salam,
> > Wirawan
> >
> >
> > Aditya Wardhana gawardhana@gmail.com [aids-ina] wrote:
> >>
> >> Dear Ibu Nadia dan Prof Wirawan,
> >>
> >> Kemarin saya mendengar dari Aldo jika OPSI akan mengadakan studi
> >> dampak pembubaran lokalisasi Dolly ini terhadap program dibantu oleh
> >> UNAIDS.
> >> Mungkin masukan Prof Wirawan nanti bisa kita sampaikan ke OPSI dan
> >> UNAIDS karena siapa tahu bisa diakomodir dalam study mereka.
> >>
> >> Salam,
> >> Edo
> >>
> >> From: aids-ina <aids-ina@yahoogroups.com>
> >> Reply-To: aids-ina <aids-ina@yahoogroups.com>
> >> Date: Thu, 22 May 2014 10:26:39 +0800
> >> To: Nadia Wiweko <nadiawiweko@gmail.com>
> >> Cc: Adi Sasongko <adi.sasongko@gmail.com>, aids-ina
> >> <aids-ina@yahoogroups.com>, Kemal Siregar
> >> <kemal.siregar@aidsindonesia.or.id>, Sophiati Sutjahjani
> >> <sophiati.sutjahjani@gmail.com>, Surya Anaya <iamdogi@gmail.com>,
> >> Fonny s <fonny@aidsindonesia.or.id>, Tuti Merati
> >> <tutiparwati@yahoo.com>, <kesmas-unud@yahoogroups.com>, Abby Ruddick
> >> <aruddick@hcpi.or.id>, <sukanataiketut@yahoo.co.id>, Tri Indarti
> >> <indarti66@gmail.com>, <ekaputraibg@yahoo.com>, Slamet Basir
> >> <slamet_basir@yahoo.com>, Yuni Ambara <yuniambara@kpapbali.org>, dr
> >> Agus <gdeagussuryadinata@gmail.com>, <kerti_praja@yahoogroups.com>,
> >> Made Suprapta <deprap@kpapbali.org>, Menkes RI <menkes@cbn.net.id>,
> >> <doctjand@indosat.blackberry.com>, <panli_kemenkesri2013@yahoo.com>,
> >> Agus Purwadianto <aguspurwadianto@yahoo.com>
> >> Subject: [aids-ina] Epidemi HIV/AIDS menjadi gelap gulita
> >>
> >>
> >>
> >> Yth: Dr. Nadia,
> >>
> >> Bu, selain di Surabaya, di Jakarta bisa dilakukan mapping sekarang.
> >> Mungkin Yayasan Kusuma Buana (Pak Adi Sasongko) atau teman lain di
> >> Jakarta tertarik melakukan mapping. Kemana saja pindah yang ex Keramat
> >> Tunggak. Cuma pembubarannya sudah agak lama sehingga lebih sukar.
> >>
> >> Saya sudah melakukan mapping di Bali. Saya menjumpai amat banyak yang
> >> pindah ke Bali tetapi di warung, salon, cafe dan karaoke.
> >>
> >> Saya baru saja selesai melakukan mapping di Denpasar dan Badung dan
> >> kami
> >> menemukan lebih dari 200 salon/cafe/warung/karaoke/panti pijat di
> >> Denpasar dan Badung. Ini baru Denpasar dan Badung. Mereka sampai ke
> >> desa-desa. Satu cafe bisa ada 200 "waitress"
> >>
> >> Ini ibaratnya "melempar kulit pisang ke rumah tetangga" ....
> >>
> >> Surabaya, Banyuwangi, dll, kelihatan "bersih", tetapi pindah "ke bawah
> >> jalan" di Bali.
> >>
> >> Beban yang amat berat bagi kami di Bali.
> >>
> >> Tampaknya kita memang memerlukan "John Spartan" Bu Nadia.
> >>
> >> Salam,
> >> Wirawan
> >>
> >> nadiawiweko@gmail.com wrote:
> >>>
> >>> Yth prof Wirawan,
> >>> Mgkn kalau dilakukan mapping kemana wps tsbt berpindah misalnya yg
> >> surabaya mgkn akan menjadi alat advokasi yg sangat baik, kalau boleh
> >> ada yg menyiapkan proposal terkait study ini akan sangat baik skl, nti
> >> kita cb mencari sumber pendanaannya ya prof
> >>> Tksatas sarannya prof
> >>> Nadia
> >>> Powered by Telkomsel BlackBerry®
> >>>
> >>> -----Original Message-----
> >>> From: "D.N. Wirawan" <ykpdps@dps.centrin.net.id>
> >>> Date: Thu, 22 May 2014 09:09:59
> >>>
> >>> Subject: Epidemi HIV/AIDS menjadi gelap gulita
> >>>
> >>> Dear teman-teman,
> >>>
> >>> Ini bisa diamati dengan amat mudah. Cara pertama, adalah mengamati
> >>> perpindahan WPS yang tadinya di Dolly atau di Jarak. Ini dengan
> >> mudah
> >>> bisa dilakukan oleh LSM yang sekarang melakukan kegiatan outreach di
> >>> sana.
> >>>
> >>> Biasanya, petugas outreach mempunyai nomer HP para WPS yang
> >> didampingi.
> >>>
> >>> Dengan mudah kirim SMS kepada mereka, kemana saja mereka pindah.
> >>>
> >>> Cara diatas adalah untuk membuktikan apakah mereka berhenti sebagai
> >> WPS
> >>> atau hanya pindah ke rumah-rumah kos, warung-warung, cafe-cafe,
> >> panti
> >>> pijat, jalan-jalan, dll, dll.
> >>>
> >>> Bila ternyata mereka pindah menyebar ke rumah-rumah kos atau ke
> >> jalanan,
> >>> maka kontak face to face dengan mereka sudah tidak memungkinkan
> >> lagi.
> >>>
> >>> Akibatnya: tidak mungkin lagi untuk melakukan VCT pada mereka. Tidak
> >>> mungkin lagi untuk memberikan pelatihan negosiasi kondom pada
> >> mereka.
> >>> Tidak mungkin lagi melakukan pertemuan KDS pada mereka. Tidak
> >> mungkin
> >>> lagi memberikan pelatihan positive prevention pada mereka. Tidak
> >> mungkin
> >>> lagi memberikan ARV dini kepada mereka. Tidak mungkin lagi melakukan
> >>> surveilans IMS dan HIV kepada mereka.
> >>>
> >>> Epidemi HIV/AIDS menjadi gelap gulita, padahal mayoritas penularan
> >> saat
> >>> ini adalah melalui heteroseksual dengan epicentrum pada WPS.
> >>>
> >>> Dampaknya pada peningkatan kasus HIV/AIDS pada ibu rumahtangga juga
> >>> dengan mudah bisa dilihat melalui program PPIA (test HIV pada ibu
> >> hamil)
> >>> dan pada peningkatan kasus-kasus HIV/AIDS di rumah-rumah sakit.
> >>>
> >>> Memang nyaman bila kelihatan "bersih secara fisik", taman-taman yang
> >>> indah, jalan yang rapi, tetapi bencana HIV/AIDS berada di depan mata
> >>> kita.
> >>>
> >>> Melihat fenomena ini, saya teringat dengan film Â"Demolition ManÂ"
> >> dengan
> >>> pemain Sylvester Stallone sebagai John Spartan dengan Sandra
> >> Bullock,
> >>> .... seperti sorga diatas, dan penuh dengan gembel dan tikus di
> >>> lorong-lorong bawah jalan.
> >>>
> >>> Sebenarnya Pemerintah Pusat bisa melakukan pembuktian (mencari
> >> evidence)
> >>> di kota-kota lain (selain Surabaya), dengan research question:
> >> "Apakah
> >>> WPS yang yang telah digusur memang berhenti menjadi WPS atau pindah
> >>> tempat saja". Ini bisa diteliti di Jakarta (atau kota-kota lain)
> >> setelah
> >>> Keramat Tunggak dibubarkan.
> >>>
> >>> Cuma, kemungkinan Kemenkes dan KPAN kalah oleh lembaga lain terutama
> >>> dengan Kementerian Sosial dan Kementrian lainnya. Namun, pembuktian
> >> di
> >>> Jakarta bisa dilakukan oleh peneliti di lembaga penelitian atau
> >>> perguruan tinggi.
> >>>
> >>> Atau kita mungkin menunggu Presiden yang baru, entah bagaimana
> >> pandangan
> >>> beliau nantinya, apakah berpadangan "bersih yang semu" atau malah
> >> tidak
> >>> mempunyai padangan apapun terhadap masalah HIV/AIDS, atau akan
> >> menjadi
> >>> John Spartan ................
> >>>
> >>> Salam,
> >>> Wirawan
> >>> Yayasan Kerti Praja
> >>> Denpasar, Bali
> >>>
> >>>
> >>>> Dear rekan,
> >>>> Adakah yg mengamati / meneliti kasus-kasus penutupan
> >> lokasi/lokalisasi
> >>>> dimasing-masing wilayah memiliki dampak peningkatan prevalensi
> >> pada
> >>>> ibu rumah tangga?
> >>>> Atau peningkatan kasus baru/prevalensi pada pekerja seks diwilayah
> >>>> sekitar lokasi penutupan? Mungkin itu bisa kita jadikan bahan
> >> advokasi
> >>>> bersama.
> >>>>
> >>>> Salam
> >>>>
> >>>> Yusuf Kusumo N
> >>>> +62 81642 73868
> >>>> +62 81804223349
> >>
> >
__._,_.___
Posted by: moktark moktar <kobarbaralin@yahoo.com>
Reply via web post | • | Reply to sender | • | Reply to group | • | Start a New Topic | • | Messages in this topic (8) |
Kunjungi Website tersohor http://wwww.aids-ina.org
.
__,_._,___
0 komentar:
Posting Komentar