*Mengangkat Martabat Profesi Guru*
Kompas Cetak, 21 November 2016
Citra guru sebagai profesi yang tertinggal mulai terangkat sejak pemerintah
menerapkan program sertifikasi guru. Namun, sebelum mendapat sertifikasi
pendidik, kualitas guru harus diuji terlebih dahulu. Harapannya, insentif
dari program sertifikasi itu dapat memotivasi guru meningkatkan
kompetensinya.
Setelah menetapkan kualifikasi dan kompetensi guru dalam Undang-Undang
Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, profesi guru semakin obyektif
karena guru menjadi tenaga profesional. Sepuluh tahun sejak UU Guru dan
Dosen berlaku atau tepatnya akhir Desember 2015, guru harus punya
kualifikasi pendidikan D-4/S-1. Artinya, sejak 2016, pemerintah melarang
guru yang belum mencapai pendidikan S-1 atau D-4 untuk mengajar. Bagi guru
yang belum berijazah sarjana (S-1) maupun D-4, tetapi sudah bersertifikasi
tak terpengaruh dengan ketentuan UU itu karena mereka dikecualikan dari
peraturan.
Profesi guru juga semakin dihargai sejak program sertifikasi guru diatur
Peraturan Mendiknas Nomor 18 Tahun 2007 tentang Sertifikasi bagi Guru dalam
Jabata, dan Peraturan Mendiknas No 40/2007 tentang Sertifikasi bagi Guru
dalam Jabatan Melalui Jalur Pendidikan diterbitkan. Lewat penetapan
kualifikasi dan kompetensi guru serta program sertifikasi guru, profesi
guru terangkat martabatnya dari segi kualitas dan kesejahteraan.
Berdasarkan data Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, jumlah guru
mencapai 3.015.315 orang. Sebanyak 2.294.191 guru di antaranya berstatus
PNS dan Guru Tetap Yayasan. Sebanyak 721.124 guru lainnya tak dapat
disertifikasi karena berstatus guru tidak tetap (GTT). Dari jumlah guru
yang berstatus PNS dan GTY, yang diangkat setelah 2005 sebanyak 547.154
orang sudah disertifikasi melalui program PPG yang dibiayai guru
bersangkutan atau program afirmasi pemerintah.
Adapun dari 1.747.037 guru yang diangkat sebelum 2005, 1.580.267 orang
disertifikasi. Sisanya, 166.770 orang, baru 94.688 guru berhasil memenuhi
syarat sertifikasi pada 2015. Sementara 72.082 guru masih mengikuti program
kuliah dan diusahakan bisa disertifikasi pada 2016. Peningkatan jumlah guru
bersertifikasi membawa angin segar pendidikan. Publik optimistis jika
program sertifikasi akan mendorong peningkatan kualitas dan kompetensi
guru. Hampir dua pertiga bagian (66 persen) responden dalam Jajak Pendapat
Litbang Kompas pada 16-18 November justru menilai kompetensi guru saat ini
semakin baik.
*Kebutuhan materialistik*
Seorang guru dituntut memiliki empat jenis kompetensi, yakni pedagogi,
profesional, sosial dan pribadi. Meski 68 persen publik menilai kemampuan
guru mengajar cenderung semakin baik, ternyata kemampuan rata-rata guru
berdasarkan Uji Kompetensi Guru (UKG) 2015 masih kurang. Hasil UKG 2015,
hanya 192 guru dari 1,6 juta guru yang mendapat nilai di atas 90. Kemampuan
rata-rata pedagogik berdasarkan data uji kompetensi guru 2015 adalah 56,69
persen.
Distribusi kemampuan rata-rata guru yang terbaik di antaranya ada di Jawa,
Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku, dan Papua.
Ironisnya, jika dibandingkan dengan guru taman kanak-kanak, SMP, SMA, dan
SMK, kualitas guru SD paling tertinggal. Padahal, jumlah guru SD saat UKG
mencapai 798.836 orang.
Berdasarkan hasil UKG, setelah berusia 41 tahun, nilai guru cenderung
turun. Salah satu kemungkinannya karena rendahnya motivasi belajar guru
setelah berusia 40 tahun. Motivasi rendah ini menurut responden bisa
disebabkan suasana belajar-mengajar dan gaji tak memadai, beban pekerjaan,
serta peluang yang kecil tingkatkan karier. Akibatnya, keahlian dan
kemampuannya tak dapat mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan. Padahal,
guru dituntut menjadi manusia pembelajar agar dapat menjadi teladan anak
didik.
Oleh karena itu, implementasi kebijakan profesionalisme guru belum cukup
efektif meningkatkan kualitas guru seperti amanat UU. Meskipun sekitar 57
persen responden menilai guru dapat dijadikan model pribadi yang pantas
ditiru muridnya, tuntutan kepada guru masih banyak harus dipenuhi.
Proses pemberian sertifikat pendidik bagi guru dalam jabatannya dilakukan
lembaga pendidikan tenaga kependidikan terakreditasi, yang ditetapkan
pemerintah. Sertifikasi tersebut dilakukan sejak dua peraturan Mendiknas
tentang sertifikasi guru 2007 terbit. Selain payung hukum, sertifikasi juga
bukti penghargaan atas profesi guru.
Terkait sertifikasi, enam dari 10 responden memberi apresiasi tinggi atas
langkah perbaikan kualitas dan kehidupan guru. Tahun ini, pemerintah
siapkan anggaran untuk tunjangan profesi guru PNS dan non-PNS senilai Rp 71
triliun. Dari Rp 71 triliun, hampir Rp 8 triliun khusus untuk guru non-PNS
bersertifikat mengajar.
Kebijakan sertifikasi guru yang berlangsung 10 tahun ini sebenarnya
diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan dan kualitasnya. Namun, alih
alih tingkatkan kualitasnya, sertifikasi guru justru membuat guru terjebak
pada soal administratif ketimbang substansi. Mereka yang bersertifikasi
dinilai lebih sibuk dengan urusan kelengkapan laporan agar tunjangan
sertifikasi tak hilang daripada menyiapkan pengajaran di kelas dengan baik
dan kreatif.
Untuk itu, sebanyak 43,5 persen responden menilai, sertifikasi guru hanya
menaikkan pendapatan guru. Sebaliknya, responden menilai sertifikasi
menunjang peningkatan kualitas guru hanya 26 persen. Sementara yang
menjawab kedua-duanya 27,1 persen.
Ini sejalan dengan pengakuan Ikatan Guru Indonesia yang menyatakan bahwa
hanya 14 persen tunjangan sertifikasi meningkatkan kompetensi guru.
Artinya, sertifikasi guru hanya efektif menambah gaji guru, tetapi belum
memperbaiki kualitas guru. Tunjangan sertifikasi lebih banyak untuk
memenuhi kebutuhan materialistik dan bukan kompetensinya sebagai guru dan
pendidik.
*Panggilan jiwa*
UU Guru dan Dosen menyatakan, guru yang berijazah sarjana dan lulus ujian
sertifikasi, kesejahteraannya akan meningkat lewat kenaikan gaji dan
berbagai tunjangan. Namun, saat ini, animo masyarakat terhadap profesi guru
masih terbelah. Ini terlihat dari jawaban responden, yang hampir sama
besarnya ketika menjawab pertanyaan tentang minat mereka jadi guru.
Sebanyak 51,3 persen menyatakan tak tertarik jadi guru. Sikap ini bisa jadi
dipicu oleh pencitraan responden terhadap sosok guru yang selalu tertinggal
secara materi ketimbang profesi lain. Tuntutan ini terkesan sebagai beban
pekerjaan guru yang sangat berat sehingga membuat profesi guru cenderung
dihindari.
Sementara sekitar 48 persen publik menjawab tertarik jadi guru karena
panggilan hati atau naluri mengajar jadi pendidik. Jadi, penghasilan bukan
prioritas. Pilihan berprofesi guru karena panggilan jiwa diharapkan
berdampak positif terhadap kualitas guru pada masa datang. Kompetensi guru
diharapkan bisa meningkat secara alami melalui semangat para calon guru
yang mereka bawa.
Semangat ini pula yang diharapkan bisa menyukseskan program pemerintah
dalam mendistribusikan guru-guru berkualitas ke sejumlah wilayah di
Indonesia yang masih kekurangan guru. Program Guru Garis Depan yang menjadi
program unggulan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan akan menempatkan
guru berkualitas sesuai dengan kebutuhan daerah dengan sistem menetap.
Saat ini Kemendikbud telah mengutus 798 guru ke daerah 3T atau daerah
terluar, tertinggal, dan terdepan untuk menjadi pendidik yang baik dan
meneruskan regenerasi guru.
Pemerintah saat ini memegang peranan penting untuk mendorong peningkatan
profesionalitas guru. Di antaranya, perlu membuat regulasi yang
berorientasi pada peningkatan kualitas guru, terutama dalam proses
perekrutan dan kaderisasi pada tiap-tiap jenjang pendidikan.
Perekrutan calon mahasiswa untuk program pendidikan guru di lembaga
pendidikan dan tenaga kependidikan seyogianya juga harus dengan tes minat
dan bakat agar dapat menjaring calon-calon guru yang benar-benar dapat
menjiwai peranannya.
(SUSANTI AGUSTINA S/LITBANG KOMPAS)
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 21 November 2016, di
halaman 5 dengan judul "Mengangkat Martabat Profesi Guru".
[Non-text portions of this message have been removed]
Posted by: Dhitta Puti Sarasvati <dputi131@gmail.com>
| Reply via web post | • | Reply to sender | • | Reply to group | • | Start a New Topic | • | Messages in this topic (1) |
Arsip Milis: http://groups.yahoo.com/group/cfbe/messages
Website: http://www.cbe.or.id
Hanya menerima daily digest: cfbe-digest@yahoogroups.com
Tidak menerima email: cfbe-nomail@yahoogroups.com
Kembali ke normal: cfbe-normal@yahoogroups.com
Berhenti berlangganan: cfbe-unsubscribe@yahoogroups.com
----------------- cfbe@yahoogroups.com -----------------
0 komentar:
Posting Komentar