Diskusi Kepakaran FKIP: Antara KTSP 2006 dan Kurikulum 2013
http://www.kammiuns.org/diskusi-kepakaran-fkip-antara-ktsp-2006-dan-kurikulum-2013/
Dunia pendidikan baru-baru ini geger karena hadirnya putusan dari Menteri Pendidikan, Anies Baswedan, berkenaan dengan kembalinya Kurikulum 2013 ke KTSP atau Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Kegelisahan ini tak hanya menghinggapi praktisi dan tenaga pendidikan di Indonesia, namun juga mahasiswa Universitas Sebelas Maret.
Pada Selasa, 29 Desember 2014 lalu, Badan Khusus Jaringan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidian menyelenggarakan Diskusi Kepakaran Fakultas guna membahas persoalan ini. Diskusi Kepakaran ini menghadirkan tiga orang narasumber, antara lain: Choerin Amri (Badan Eksekutif Mahasiswa FKIP UNS), Inayah Adi Otaviana(Lingkar Studi Pendidikan FKIP UNS), dan Anwari Adi Nugroho, M.Pd (Alumni Pascasarjana FKIP UNS) dengan moderator Hisyam Latif (Koordinator Jafa FKIP UNS).
Norma Ayu S berkesempatan membuat ikhtisar diskusi tersebut dalam artikel berikut. Selamat membaca.
Kontroversi yang muncul —termasuk dengan kembalinya sistem kurikulum kita ke KTSP atau mungkin statemen dari Pak Anies Baswedan itu sendiri— justru penting, untuk memperjelas apa yang tak jelas, untuk membatalkan apa yang perlu dibatalkan, atau memperbaiki apa yang perlu diperbaiki.
Anies Baswedan, akhirnya memutuskan untuk merubah kurikulum ke sistem 2006. Ia bukan serta-merta menghentikan pelaksanaan kurikulum 2013, tapi memang pada dasarnya pelaksanaan kurikulum ini membutuhkan evaluasi lebih lanjut. Latar belakang dari ide terciptanya kurikulum 2013 bermula dari ide dikembangkannya suatu kurikulum pendidikan menuju desain, kemudian diterapkan melalui dokumen (semacam penilaian dan sebagainya). Mau tidak mau, sebagai calon tenaga pendidik, kita harus selalu siap dengan perubahan yang terjadi. Setelah dokumen menuju ke implementasi, peran guru, orang tua, dan stake holder terkait sangat diperlukan.
Sayangnya, masyarakat terlalu subjektif ketika menilai perubahan kurikulum. Padahal, semestinya kita harus objektif ketika menilai baik dan buruk kurikulum. Lantas, sebenarnya apa yang perlu dirubah? Kita (sebagai tenaga pendidik) atau kurikulumnya?
Mengevaluasi bukan berarti menghentikan. Keberhasilan kurikulum itu tidak instan. (Finlandia dan Jepang contohnya). Indonesia perlu akselerasi untuk mencapai sebuah keberhasilan kurikulum. Namun, bagaimana bila terjadi penerapan dualisme kurikulum? Perlu disadari bahwa persoalan ini sebenarnya bukan lagi tentang pro dan kontra, tapi bagaimana kita mencari solusi untuk permasalahan kurikulum ini.
Kurikulum adalah kesepakatan untuk bahan ajar yang dijadikan pedoman agar pembelajaran itu terarah. Dalam sejarah perjalanan panjang kehidupan berbangsa, tercatat Indoneisa sudah melakukan sebelas kali pergantian kurikulum. Ini semua, mungkin disesuaikan dengan perubahan zaman. Bahkan kebanyakan orang mengatakan, "setiap ganti pemerintah pasti akan selalu ganti kurikulum".
Mari kita lihat perbandingan dari masing-masing kurikulum. Dari segi konsep, kurikulum 2013 lebih bagus daripada KTSP, sebab kurikulum 2013 menekankan pada karakter. Perlu disadari bahwa setiap orang punya kelebihan masing-masing, konsep kurikulum 2013 menganggap semua orang rata karena setiap orang punya kelebihan masing-masing. Oleh karena itu, orientasi kurikulum ini lebih mementingkan sikap, yakni: spritual dan sosial. Siswa dibuat mandiri dan lebih menekankan pada pendekatan ilmiah.
Hanya saja, dalam prakteknya, pendekatan ini kurang dapat diimplementasikan. Beberapa sekolah yang telah menerapkan kurikulum tersebut beranggapan bahwa kurikulum 2013 terlihat ribet dan kriteria penilaiannya terlalu rumit. Lebih jauh lagi, guru dituntut aktif menilai diluar pelajaran. Wali murid dan siswa kebingungan terhadap penilaian karena tidak ada sistem ranking. Buku pelajaran yang dibuat secara tematik dengan maksud antar pelajaran dikaitkan yang sejujurnya bisa membuat siswa lebih kritis, akan tetapi hal ini cukup membuat kebingungan sebagian siswa dan guru.
Kurikulum bersifat dinamis sesuai dengan perubahan zaman, sebab dasar utama perubahannya adalah tantangan zaman. Saat ini, kita tengah berada di zaman pengetahuan, namun banyak yang beranggapan kita masih di zaman teknologi-informasi.
Jelas, setiap kurikulum memiliki kelebihan dan kekurangan. Kuriulum 2006 sudah memiliki konsep yang bagus, hanya saja implementasi kurang baik di lapangan. Guru lupa atas tiga kompenen yang harusnya berdiri sejajar, yakni: kognitif, afektif, dan psikomotorik. Guru seringkali lebih menekankan pada kognitif atau angka. Pemberlakuan KTSP 2006 memberikan otonomi pada sekolah untuk mengembangkan kurikulumnya, sedangkan pada kurikulum 2013 gerak guru dibatasi karena implementasi kurikulum sudah dirancang dari pusat.
Perbedaan mendasar antara kurikulum 2013 dan KTSP adalah Kurikulum 2013 lebih menekankan proses, sedang pada KTSP guru terlalu bebas mendesain pembelajaran sampai lupa ada proses yang hilang. Implementasi Kurikulum 2013 masih sangat kurang menurut pemerintah, sebab kelahirannya pun terkesan sangat perematur karena lahir terlalu dini. Akibatnya guru kurang siap ketika kurikulum ini diterapkan.
Namun, yang perlu dicatat adalah bahwa apapun kurikulumnya, permasalahan mendasar adalah implementasinya, sebab guru merupakan pilar utama pendidikan.
Masih ingat kasus bom di Hiroshima, Jepang? Setelah terjadi peledakan bom, yang ditanyakan oleh kaisar Jepang adalah "berapa guru yang masih hidup?" bukan "kurikulum apa yang sedang dipakai di negara kita?"
Kurikulum hanya sarat administrasi. Ia memang penting tapi bukan hal yang sangat penting sekali sehingga meninggalkan peran instrumen pendidikan yang lain. Mungkin kita bisa bisa mencontoh Jepang. Di jepang, guru hanya merancang pembelajaran dalam 2 lembar kertas, berbeda dengan Indonesia yang mensyaratkan puluhan halaman.
Selain itu, pemerintah juga perlu ambil bagian dengan ,memberikan kewenangan bagi guru dalam merancang proses pembelajaran. Mereka akan jenuh jika terlalu dibatasi, namun beban guru dalam menyusun perangkat pembelajaran pun perlu dikurangi.
Apapun kurikulumnya, yang harus kita perhatikan betul adalah bagaimana kualitas tenaga pendidiknya. Jadilah pendidik yang profesional dan berkarakter.
Posted by: Dhitta Puti Sarasvati <dputi131@gmail.com>
Reply via web post | • | Reply to sender | • | Reply to group | • | Start a New Topic | • | Messages in this topic (1) |
Arsip Milis: http://groups.yahoo.com/group/cfbe/messages
Website: http://www.cbe.or.id
Hanya menerima daily digest: cfbe-digest@yahoogroups.com
Tidak menerima email: cfbe-nomail@yahoogroups.com
Kembali ke normal: cfbe-normal@yahoogroups.com
Berhenti berlangganan: cfbe-unsubscribe@yahoogroups.com
----------------- cfbe@yahoogroups.com -----------------
0 komentar:
Posting Komentar